Sesi Geo-Enviro Geologi Nusantara 2025: Sinergi Ilmu dan Kebijakan untuk Bumi Lebih Lestari

Lebih dari 150 peserta memenuhi Aula Museum Geologi Bandung pagi ini, Kamis (23/10) dalam sesi kolokium Geo-Enviro, salah satu agenda utama Geologi Nusantara 2025 yang diselenggarakan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memperingati Hari Pertambangan ke-80. Acara ini menjadi forum penting untuk memperkuat sinergi antara akademisi, peneliti, pemangku kebijakan, dan masyarakat dalam berkolaborasi menyeimbangkan kebutuhan pemanfaatan ruang dengan kelestarian alam.

Dalam sambutannya, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menegaskan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan. “Geo-Enviro menjadi pengingat bahwa pembangunan harus sejalan dengan konservasi sumber daya alam, agar keberlanjutan dapat tercapai bagi generasi mendatang,” ujarnya saat membuka acara.

Pernyataan tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang menekankan perlunya pemanfaatan ruang secara berkelanjutan.

Lebih lanjut Kepala PATGTL juga menyoroti komitmen Badan Geologi dalam menjaga keseimbangan pemanfaatan dan konservasi air tanah, terutama di tengah tantangan perubahan iklim dan urbanisasi. Ia menambahkan bahwa perhatian Badan Geologi mulai dari konservasi air tanah, pengelolaan kawasan karst, konservasi koleksi geologi, hingga pengembangan geopark nasional sebagai bagian dari sistem kehidupan geologi yang berkelanjutan.

Kolokium sesi pertama berfokus pada pengelolaan air tanah. PATGTL melalui BKAT memaparkan keberhasilan pengelolaan Cekungan Air Tanah Jakarta, di mana data menunjukkan adanya kenaikan muka air tanah serta penurunan laju amblesan. Keberhasilan ini dicapai berkat penerapan zona konservasi dan kerja sama antara Pemerintah Daerah, PATGTL, dan PAM JAYA. PATGTL juga memperkenalkan Sistem Air Tanah Terintegrasi Indonesia (ARTESIS), sebuah platform hidrogeologi terpadu berbasis WebGIS yang dibangun dengan mengintegrasikan data dari berbagai kementerian, lembaga, akademisi, dan pelaku usaha untuk mendukung transparansi perizinan dan konservasi air tanah.

Ahli hidrogeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Heru Hendrayana menyambut baik capaian ini. “ARTESIS adalah mimpi lama PATGTL yang kini terwujud. Dengan sistem informasi hidrogeologi yang terpadu, arah pengelolaan air tanah Indonesia akan lebih transparan dan berbasis sains,” ujarnya dalam sesi panel.

Sesi kedua membahas isu geologi lingkungan yang lebih luas. Mulai dari hasil kajian di pesisir utara Jawa (Bekasi, Karawang, Subang) yang mengidentifikasi perubahan garis pantai akibat abrasi dan akresi, serta dampak banjir rob dan penurunan muka tanah. Kajian ini menjadi dasar penting bagi perencanaan proyek tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) di wilayah tersebut. Topik lainnya menyoroti Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) sebagai benteng alami penyimpan air dan penyeimbang ekosistem, dimana hingga tahun 2025, telah ditetapkan 14 lokasi KBAK di Indonesia, sesuai amanat UU Penataan Ruang.

Paparan tentang “Kawasan Geopark dan Dinamika Geopark Nasional di Indonesia” menutup sesi Geo-Enviro, menekankan kembali bahwa dari air tanah di bawah permukaan hingga geopark di permukaan bumi, semuanya saling terhubung membentuk satu sistem kehidupan geologi yang utuh, selaras, dan saling menopang.

Dalam sesi diskusi, Prof. Wahyu Wilopo dari UGM menyampaikan sejumlah pandangan penting. Ia menekankan bahwa rencana pembangunan Giant Sea Wall sebaiknya dikaji lebih mendalam agar potensi dampak lingkungan dan sosial dapat diminimalkan.

“Integrasi Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) ke dalam RTRW daerah juga sangat diperlukan untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan lahan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa aspek kebencanaan geologi, seperti gempa bumi, perlu menjadi perhatian utama dalam pengelolaan kawasan geopark dan warisan geologi, agar upaya pelestarian dapat berjalan seiring dengan keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

Penutupan sesi Geo-Enviro ditandai dengan pesan kuat: satu data, satu peta, satu aksi untuk bumi lestari. Melalui kolaborasi lintas sektor dan pemanfaatan teknologi geospasial, acara ini menegaskan komitmen Badan Geologi untuk menjadikan ilmu geologi sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Untuk kegiatan ini dapat juga dilihat di tayangan ulang melalui pranala berikut: https://youtube.com/live/YA1yGJkAy2A?feature=share

Ikuti Berita Kami